Kembali Pulang
Bogor, 6 April 2023
Temaram mulai menghiasi langit
Dramaga. Gerimis kecil masih setia membasuh debu-debu jalanan sembari menyejukkan
setiap jiwa-jiwa yang lelah. Adzan magrib masih menjadi primadona bulan ini.
Semua kudapan yang telah siap hanya akan jadi sia-sia bila adzan belum
berkumandang. Tak terasa ramadhan tahun ini telah memasuki hari ke-15, itu
artinya separuh bulan suci telah kulewati di kota ini (lagi).
Rencana mudik yang maju mundur
akhirnya terealisasi, walaupun diwarnai banyak drama. Rencana demi mendapatkan harga
tiket dibawah lonjakan tarif mudik pun terbersit dipikiranku. Tujuan mudik yang
seharusnya Bogor-Tulungagung kini harus diubah menjadi Bogor-Yogyakarta. Selisih
harga tiket yang mencolok menjadi faktor utama pengubahan jalur tersebut. Semua
skenario tersebut tak akan terwujud tanpa campur tangannya. Dia yang serupa
dengan seorang pertapa yang keluar dari persembunyiannya.
Semua dimulai pada 20 September 2022.
Musim semi yang seharusnya diisi mekarnya kelopak bunga tiba-tiba berubah
menjadi musim semi yang sepi dan kering. Kelopak-kelopak peony berguguran dan
mengering. Begitupun dengan sakura maupun mawar. Tidak aku temukan satupun
pepohonan yang rimbun. Semiku tak lagi bergelora, ia sepi tanpa kehadiran serangga-serangga
penyerbuk yang cantik.Tak ada tanda yang mengisyaratkan bahwa
ia akan menghilang dengan tiba-tiba. Suasana yang masih dibalut emosi membuatku
sulit berpikir jernih. Hingga pada akhirnya aku menyadari setelah beberapa hari
tak ada balasan pesan darinya. Komunikasi yang coba kubangun tak ia indahkan sedikitpun.
Tak ada penjelasan yang jelas darinya. Asumsi yang akhirnya dibangun diriku “dia sengaja menghindariku. Oke untuk
kesekian kalinya aku ditinggalkan begitu saja tanpa kejelasan”. Lalu apa
bedanya dirinya dengan orang-orang yang pernah datang padaku?
Hari demi hari terasa begitu kelabu.
Beruntungnya diriku saat itu dapat menyibukkan diri membantu proyek dosen di
laboratorium. Pikiran-pikiran yang brekele setidaknya dapat teralihkan dengan
pekerjaanku saat itu. Berangkat pukul 08.00 dan pulang tak menentu (mengikuti
mood dosen) ternyata tak membuatku sepenuhnya lupa. Pada sela-sela jam kerja
aku suka sekali mencari tahu kabar keberadaannya. Aku bolak-balik membuka
timeline media sosial satu-satunya yang ia gunakan, twitter. Beberapa minggu sebelum benar-benar menghilang ia masih
aktif di jagat maya itu. Namun hal yang aku pertanyakan, mengapa pesan whatsapp ku tak ia balas? , pagi hingga
malam tak kunjung ada jawaban untukku. Dalam pikiranku hanya lirik lagu D’masiv
yang senantiasa terputar.
Apa salahku? kau buat begini
Kau tarik ulur hatiku hingga sakit yang ku rasa
Apa memang ini yang kamu inginkan?
Tak ada sedikitpun niat 'tuk serius kepadaku
Katakan yang sebenarnya
Jangan mau tak mau seperti ini
Diriku marah betul padanya. Mengapa dia tiba-tiba berubah menjadi pecundang. Sebagai pelampiasan kekesalanku akses whatsapp pun kublokir. Namun tetap saja, aku masih berharap ada pesan masuk atas namanya.
Satu minggu berlalu pemblokiran aku buka. Dan tepat hari itu pun ia mengabarkan bahwa dirinya baik-baik saja. Namun tetap saja hal itu tak berjalan lama. Kembali kublokir dirinya yang tak kunjung memberiku kabar. Dua minggu berlalu kembali kubuka dan ia pun membalas story yang kubuat.
Setelah jawaban pesan itu aku benar-benar memblokir dan tak berniat membuka kembali akses whatsapp tersebut. Cukup tahu seberapa tak bertanggungjawabnya dia. Meskipun jutaan tanya masih menggelayutiku namun aku mencoba menyelamatkan hatiku agar tak lebih dalam terluka.
*
Hari berganti
minggu, minggu pun berganti bulan. Tak terasa 2022 tinggal menghitung hari. Kalender
telah sampai pada 28 November. Dua hari lagi tahun masehi memasuki desember,
sebuah tanda bahwa tahun akan segera berakhir. Akhir tahun yang ditutup dengan ambyar
nya beberapa bagian kehidupanku. Begitu pikirku sore itu.
Nada notifikasi berbunyi. Salah satu kontak di gawaiku baru bergabung media pesan telegram. Begitu tulisan yang muncul di layar. Dan kontak itu tak lain adalah kontak kedua yang dimiliki oleh dia yang telah lama menghilang. Mungkin memang saatnya aku berterus terang. Menyampaikan apa yang memang seharusnya kusampaikan.
Kuketik semua kekesalan yang lama mengendap. Tak aku biarkan balasan darinya mendahului pesan dariku. Debaran jantungku menandakan betapa emosi sedang memuncak sore itu. Semua pesan telah terbaca dan ia pun menjawab semua pertanyaan itu lewat sambungan telepon. Kurasa bukan diriku yang berbicara sore itu, melainkan kemarahan juga kecewaku. Kudengar disebrang sana ada tangis yang mengiringi setiap penyesalan darinya. Dapat kurasakan bulir-bulir sesal yang sedang ia panen. Diriku terdiam. Mencoba memahami penjelasan darinya yang terpotong-potong jaringan wifi yang mulai melemah. Dipenghujung November ia datang kembali.
Ada penyesalan dalam
dirinya telah meninggalkanmu tanpa sepatah katapun, kini dia datang menghubungi
dan mencarimu lagi. Dia ingin menjelaskan semua yang telah terjadi, tentang
alasan dia melakukan hal demikian. Dia juga ingin kembali menjalin hubungan
baik denganmu agar kamu bisa memaafkannya dan hubungan kalian bisa kembali seperti
dulu lagi
*
Bintang terlihat terang
Saat dirimu datang
Cinta yang dulu hilang
Kini kembali pulang
Yolanda pernah
hilang. Dia dicari selama 14 hari sebelum akhirnya kembali pulang. Mungkin begitu
cerita yang ingin disampaikan Kangen band lewat albumnya yang bernama bintang
14 hari. Tapi aku tak akan membahas tentang album tersebut. Aku hanya meminjam
dua lagu untuk menjadi backsound yang mengiringi tulisan ini. 14 hari saja
dapat melahirkan satu buah lagu, bagaimana dengan dia yang pergi 2 bulan 1
minggu?. Mungkin memang hanya dua purnama saja namun menunggu sesuatu yang tak
pasti tidak segampang itu. Kepergian tanpa pamit meninggalkan jejak tanya
sampai waktu yang tak dapat ditentukan. Antara ada dan tiada begitu tepatnya. Berlari
lalu bersembunyi. Tanpa satu patah kata tertinggal namun intuisi tak pernah
berkhianat.
Kembali pulang. Kini dia telah kembali. Ruang percakapan yang telah lama ia tinggalkan kini dibuka nya kembali. Sedikit demi sedikit ia mulai berdamai. Dia kumpulkan kepingan kekuatan yang tercecer. Tangannya terbuka lebar menerima kenyataan yang ada. Sekarang dia mulai terbiasa memeluk dengan senyuman setiap luka-luka. Mungkin memang masih membekas tapi semoga tak lagi menyakitkan untuknya. Sebab aku percaya pada doa yang tersemat dalam namanya “Pahlawan/pengawal yang sejati”. Ya, dia akan setia mengawal apapun sampai tuntas. Dialah pahlawan sejati untuk keluarga dan sekitarnya. Semoga.
Komentar
Posting Komentar