Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Musim Gugur Di Pajajaran

Gambar
  M enuju pergantian tahun suhu udara Bogor sedang dingin-dinginnya. Hujan yang biasanya hanya turun di sore hari kini sejak pagi sudah ramai-ramai turun menghipnotis setiap insan untuk kembali menarik selimutnya. Tak terkecuali aku. Hari itu aku hanya berencana untuk mencuci baju lalu melanjutkan membaca buku yang kubeli sedari Juni, hingga kudengar berita bahwa seorang teman akan pulang ke rumahnya di Cianjur. “Boleh gak aku ikut ke Cianjur? pingin main ke rumah kamu”, begitu celetukku pagi itu. Gayung bersambut, hari itu aku turut serta ke rumah teman tersebut. Sepanjang perjalanan gerimis sesekali menyapa kami. Hari itu Bogor nampaknya sedikit mengurangi rutinitas hariannya, macet. Jalanan cukup lengang hanya di beberapa titik saja kemacetan terjadi. Jalan Pajajaran Kota Bogor Sesampainya di Jalan Pajajaran kotak imajinasiku terpantik. Daun-daun yang berjatuhan di sepanjang jalan itu mengingatkanku pada kondisi musim gugur yang pernah kubaca di novel ataupun tayangan yang kuton

Hujan Kisah di Kota Hujan

Gambar
B ogor, kota dengan sebutan kota hujan nyatanya memang benar adanya kota ini menyuguhkan hujan setiap jamnya, tapi taukah kalian hujan tak hanya turun diluar ruangan, ada satu hujan yang tak kutemukan dimanapun, hujan dalam kalbu. Terdengar klise, macam novel dengan cerita patah hati namun nyatanya aku rasakan sendiri.  Niat awal ingin menuntut ilmu di Surabaya atau Yogyakarta aku malah terlempar jauh ke barat lalu terdamparlah di Bogor. Cukup asing memang kota ini untukku, yang aku tahu sebatas Jakarta dan Bandung. Bogor yang aku tahu adalah Kebun Raya  dan banjirnya yang selalu ia kirimkan untuk Jakarta, aku tak pernah membayangkan ada Istana Kepresidenan disini juga tempat-tempat ikonik seperti Gerbang Surya Kencana ataupun Gunung Salak yang gagah dan Pangrango yang penuh edelweis. Source:  Photo by Arya Ferrari on Unsplash      2017 aku memulai berkenalan dengan kota ini. Berawal dari aku yang mengikuti ujian masuk ke IPB dan diterima, akhirnya masa kuliah yang itu berarti masa me

Cerita Dalam Sepiring Pecel Lele

Gambar
Hari itu terasa cukup melegakan karena memang tujuan hangout saat itu untuk melenturkan pikiran-pikiran berat selama 6 hari. Skripsi yang tak kunjung mendapat acc, satu bulan yang terasa terbuang sia-sia, kiriman menipis, dan banyak topik tak perlu lainnya yang berseliweran di langit-langit pikiran. Bermukim di dalam kamar kosan terasa begitu menjenuhkan. Dan dengan ide seorang kawan akhirnya aku keluar dengan niat untuk refreshing , dari sinilah cerita itu berawal. Aku adalah seseorang yang cukup sulit untuk memulai perkenalan, bila memang harus memulainya hal yang sering aku lakukan adalah tidak memperkenalkan nama ataupun bertanya nama pada orang baru tersebut. Bukan tanpa alasan, hal itu kulakukan agar nanti setelah kami berpisah tidak ada kesan yang tertinggal. Namun kali ini berbeda. Aku harus memulai percakapan lebih dahulu karena temanku (sepertinya) mengira aku mudah untuk memulai percakapan dengan orang baru. Kuawali komunikasi melalui akun media sosial instagram. Bermodal us

Jumpa Tanpa Tatap

Gambar
Tahun ini tak terasa telah memasuki bulan 11.  Awal bulan disambut dengan gerimis tipis-tipis sedari subuh, apakah ini pertanda bulan ini akan menjadi salah satu bulan basah ditahun ini? entahlah musim telah sulit diprediksi. Pagi ini aku bangun agak kesiangan. Suhu yang cukup dingin membuatku ingin bermalas-malasan dibalik selimut namun tak lama suara notifikasi HP ku berbunyi, notifikasi whatsapp (WA) ternyata. “Selamat pagi, apakah bisa ke IICC lagi? Saya ingin membereskan paper”, begitu tepatnya pesan di buble chat yang dikirim pada pukul 05.56 WIB. Menghela napas panjang aku segera beranjak dari tempat tidur, mengambil handuk dan menyegerakan untuk mandi. Pukul 07.45 motor melaju membelah jalanan Dramaga. Seperti biasa bukan Bogor namanya kalau tidak macet, untuk sedikit terhindar dari rutinitas Bogor tersebut kami memilih jalur di Jalan Baru untuk menuju Laladon. Sesampainya di Laladon menuju Gunung Batu aku berdoa semoga sebelum pukul 08.30 kami telah tiba di Kampus IPB Baranang

Semburat Rindu

Gambar
  Beberapa purnama telah terlewati tanpa “kita”, sebab kini yang ada adalah aku dan kau. Setelah keputusan perih kita ambil pada bulan keenam tahun lalu, rasanya masih menguar di tahun ini. walau aku tak lagi di kota itu begitupun denganmu namun memori tangis itu tak mau luruh bersama hujan di bulan juni. Masih kuingat betul alur memori itu. Dari mulai kefatalan yang kau lakukan, garit-garit luka yang harus aku tanggung, ego yang merajai keputusan-keputusanmu, hingga jalinan kasih yang akhirnya kehilangan denyutnya. Mungkin kita dulu sama-sama tahu pun sama rasa bagaimana akhir mei menuju juni yang cukup kelam itu. Badai pilu yang tak mampu terbendung olehmu dan aku memecah bahtera kita. Hal yang aku pertanyakan, dalam keadaan seperti itu mengapa kau masih saja berpikir akan tetap sampai di tepian?, mengapa kau tak coba perbaiki dulu bahtera baru melanjutkan perjalanan ini?. Pertanyaan yang masih belum menemukan jawabnya, atau mungkin tanpa jawaban itu sudah menjadi jawabnya? “rasa

Sakit

Gambar
Source : Dokumen Penulis   Sebait luka yang menganga Membuat perih jiwa Melukai sekeping hati Yang hancur berkeping-keping   Sendiri Ya aku sendiri Berdiri ditengah sepi Menangis di teluk perih   Sakit berkali-kali Rasanya benar sakit Kata-kata yang manis legit Namun beracun pahit   Coba kau rasakan Apa kau kuat? Coba kau gantikan Apa kau bisa?

Membersamai

Gambar
Source : Dokumen Penulis  Kau tau? Mungkin aku sedang mencoba berjalan sendirian Hingga tak sadar bila kini kutersesat Tak tau arah tujuan dan buatku kacau Menjadikan apa yang kukerjakan jadi sia-sia Ya..... Kadang  aku merasa bingung Bingung apa yang harus kukerjakan terlebih dahulu Antara mimpi dan realita Bagaimana caranya agar berjalan beriringan? Aku belum tau caranya Aku masih berada di persimpangan Tunjukkan kemana harus kumelangkah Ajari aku untuk percaya pada diriku Percaya pada mimpi dan proses Bila benar aku tersesat, temani aku Bersamai aku turutlah bersamaku Karena kau lebih tau Karena kau mampu Menembus ketersesatan ini Ayo kita cari jalan yang lain Untuk sampai pada cita dan masa depan Yang tlah lama didambakan

Cukuplah

  Senyum itu Senyum yang selalu membekas Selalu teringat Terlukis di sudut hati      Jemari itu     Jemari halus itu     Menggenggam ku erat     Bawa aku ke negeri dongeng Ajaklah aku Ajak aku tuk lupakan lara ini Ajari aku sahabat Tuk tersenyum lagi  Seperti dahulu     Tahukah kau ?     Aku memelukmu setiap malam     Ku peluk kau dengan butiran doa     Apakah kau rasakan itu? Kau sahabat,sahabat,dan sahabat Tak berdayanya aku tuk khianatinya dengan cinta Cukuplah kau ada disini Ikhlas ku mungkin itu gambaran rasa ini padamu     Tak perlu aku miliki mu sekarang     Asalkan ku bisa selalu bersama mu     Tak apa kini kau dengan lainnya     Asalkan kelak kau jadi sahabat dalam hidupku

Penghujung Februari

Gambar
Detik kini telah menjadi menit, menit mengumpul menjadi jam, lalu jam mengerucut menjadi hari, hari tak lelah merajut menjadi bulan dan bulan menyatu menjadi tahun begitu seterusnya. Tak terasa tahun-tahun hampir menjadi kenangan, mengapa kenangan? karena sebuah pertemuan yang telah berjalan sekian lama hampir menemui pisahnya. Kurasa semua memiliki masanya sendiri-sendiri, dan semua kata yang terangkai menjadi paragraf pun tak akan sanggup melukiskan setiap waktu yang telah terlewati, entah terlewati dengan tawa ataupun yang terlewati dengan tangis. Biarkan semua berjalan dengan seharusnya, jangan paksa dengan keinginan yang tak seharusnya.  Sumber: Dokumen penulis Bila masa pertemuan itu harus digantikan oleh perpisahan biarkan, biarkan itu terjadi. Karena sesungguhnya dari perpisahan itu akan ada pertemuan-pertemuan yang lain lagi. Bila bulan ini telah sampai pada ujungnya biarkan saja, karena akan ada awal bulan yang baru untuk dijalani. 28022017 (Ditulis ketika penulis memasuki ma

Dewi Malam

Pada kelopak bunga itu, aku titipkan sebuah rindu Menanti hari menuju senja Kelopak itupun kuncup Nampaknya ia tak mau matahari direnggut malam Sebab bila hari tlah berkerudung hitam Ia hanya menjadi dewi malam Sendiri bersenandung lirih Menangis diantara bintang-bintang Memeluk dingin diantara cahaya rembulan