Jumpa Tanpa Tatap

Tahun ini tak terasa telah memasuki bulan 11. 

Awal bulan disambut dengan gerimis tipis-tipis sedari subuh, apakah ini pertanda bulan ini akan menjadi salah satu bulan basah ditahun ini? entahlah musim telah sulit diprediksi. Pagi ini aku bangun agak kesiangan. Suhu yang cukup dingin membuatku ingin bermalas-malasan dibalik selimut namun tak lama suara notifikasi HP ku berbunyi, notifikasi whatsapp (WA) ternyata. “Selamat pagi, apakah bisa ke IICC lagi? Saya ingin membereskan paper”, begitu tepatnya pesan di buble chat yang dikirim pada pukul 05.56 WIB. Menghela napas panjang aku segera beranjak dari tempat tidur, mengambil handuk dan menyegerakan untuk mandi. Pukul 07.45 motor melaju membelah jalanan Dramaga. Seperti biasa bukan Bogor namanya kalau tidak macet, untuk sedikit terhindar dari rutinitas Bogor tersebut kami memilih jalur di Jalan Baru untuk menuju Laladon. Sesampainya di Laladon menuju Gunung Batu aku berdoa semoga sebelum pukul 08.30 kami telah tiba di Kampus IPB Baranangsiang, untuk mengejar waktu registrasi. Tiba-tiba  aku terbersit memikirkan sosok yang akhir-akhir ini cukup singgah dibenakku.

“Kira-kira pukul berapa dia berangkat? apabila setiap harinya macet seperti ini pukul berapa ia sampai di tempat kerjanya? apakah aku bisa bertemu dengan bus yang ia tumpangi pagi ini?” 

Begitu kira-kira pikiranku bermonolog pagi itu. Kemacetan pagi itu benar-benar membuat pengguna jalan harus menebalkan kesabarannya. Motor kami masih berjalan setahap demi setahap sesampainya di depan alun-alun Kota Bogor, hingga tak terasa sampailah kami di depan halte Bappeda. Buskita koridor 2 sepertinya menjadi salah satu faktor macet jalan yang menuju arah ke kota, apakah ini bus yang ia tumpangi? begitu tanyaku dalam hati, tapi sepertinya bukan jawabku kembali. Mungkin hari itu belum saatnya aku bertemu denganya, belum selesai pikiranku bermonolog aku bertemu dengan buskita koridor 2 yang sedang berjalan pelan karena terjebak macet di depan kantor walikota, dari belakang bus yang full kaca tersebut terlihat seseorang dengan jaket yang aku tak asing dengan jaket tersebut. Sekian banyak manusia di Bogor siapa lagi yang memiliki jaket tersebut pasti sudah bisa ditebak. Andai pagi itu adalah sebuah keramaian, aku pasti bisa mengenali punggung siapa itu.

Photo by Ron Lach on Pexels.com

Apakah pertemuan ini sebuah kebetulan? tapi bukankah kebetulan hanya sebuah penamaan sebuah kondisi oleh manusia? seorang penulis terkenal pernah menulis bahwa kebetulan itu tidak ada, semua hal yang ada dan terjadi di dalam hidup telah terukur dengan presisi bahkan untuk sepersekian mili dan detiknya. Bahkan untuk sebuah pertemuan sekalipun, Tuhan telah menyelipkan banyak hal didalamnya. Apakah pertemuan pagi itu bentuk penghiburan Tuhan untukku? atau obat penenang untuk khawatir dan rasa sebalku sebelum menghadapi rasa sebal-sebal yang lain? namun yakinku pertemuan ini bukan kebetulan belaka. Rasa bahagia yang memenuhi seluruh aliran darahku menyumbang 60% energi untuk menyelesaikan pekerjaan hari itu. Entah apa yang akan terjadi beberapa jam kedepan aku yakin dapat melewatinya dengan sumbangan energi baik dari illahi pagi itu. Walaupun pertemuan tersebut tanpa tatapan namun tak dapat kupungkiri aku bahagia. Bahagia melihat punggung itu diantara ramainya kemacetan Bogor, dapat menemukannya diantara riuh klakson, dan semoga…

“aku dapat menemukannya kembali di dalam penantian ini”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan Panjang

Lingkaran Takdir

Amatir Asmara