Cerita Dalam Sepiring Pecel Lele


Hari itu terasa cukup melegakan karena memang tujuan hangout saat itu untuk melenturkan pikiran-pikiran berat selama 6 hari. Skripsi yang tak kunjung mendapat acc, satu bulan yang terasa terbuang sia-sia, kiriman menipis, dan banyak topik tak perlu lainnya yang berseliweran di langit-langit pikiran. Bermukim di dalam kamar kosan terasa begitu menjenuhkan. Dan dengan ide seorang kawan akhirnya aku keluar dengan niat untuk refreshing, dari sinilah cerita itu berawal.

Aku adalah seseorang yang cukup sulit untuk memulai perkenalan, bila memang harus memulainya hal yang sering aku lakukan adalah tidak memperkenalkan nama ataupun bertanya nama pada orang baru tersebut. Bukan tanpa alasan, hal itu kulakukan agar nanti setelah kami berpisah tidak ada kesan yang tertinggal. Namun kali ini berbeda. Aku harus memulai percakapan lebih dahulu karena temanku (sepertinya) mengira aku mudah untuk memulai percakapan dengan orang baru.

Kuawali komunikasi melalui akun media sosial instagram. Bermodal username yang diberikan temanku aku mencari akun miliknya, dan aku beranikan diri untuk memulai interaksi lewat direct message. Seperti perkenalan pada umumnya, aku mulai dengan salam lalu perkenalan. Tak lama setelah dia memperkenalkan diri dan menjawab salam aku pun mengutarakan niat awalku menghubunginya yaitu berangkat bareng untuk hangout. Entah kekuatan dari mana tanpa basa basi aku menawarkan untuk berpindah ke whatsapp (WA) karena kupikir untuk saling berkabar akan lebih mudah melalui media pesan daripada melalui media sosial. Setelah itu kamipun berpindah ke WA untuk saling berkabar.

Hari yang ditentukan tiba. Aku menunggu pada jam dan tempat yang telah disepakati. Gerimis yang sedari pagi mengguyur Dramaga sejujurnya cukup membuatku sedikit pesimis dengan agenda hari itu, namun karena hangout telah direncanakan jauh-jauh hari maka aku kumpulkan niat dan semangat untuk berangkat. Tidak menunggu lama yang ditunggu tiba. Jujur aku sempat lupa, apakah benar dia adalah orang yang sama yang aku temui 15 bulan lalu? raut wajahnya terlihat beda sekali batinku. Namun karena ia menujuku aku yakin bahwa dia adalah objek yang kutunggu.

Singkat cerita kamipun menghabiskan hari minggu itu untuk melepas penat satu pekan itu, juga menambah hormon dopamin dan endorfin dalam tubuh kami agar kewarasan tetap bisa hidup disana. Minggu sore kali ini terasa panjang dengan unjuk suara di tempat karaoke langganan dilanjutkan obrolan fafifu di Coffee Shop aestetik setelah mengisi perut dengan semangkuk soto lamongan. Tak banyak bahasan di meja itu, masih dengan topik khas Quarter life crisis dirinya yang belum sidang skripsi, aku yang harus menyesuaikan diri di tempat kerja baru, dan teman-teman yang butuh energi lebih untuk memulai seninnya untuk menghadapi jobdesk kerja. Dalam obrolan sesekali diselipkan guyonan tentang masa lalunya, aku tak tahu siapa yang dimaksud namun sepertinya hal itu lucu sebagai bahan candaan teman-teman.

Malam menjelang, kita yang harus kembali ke Dramaga dan teman-teman kembali ke kos masing-masing. Bus yang ditunggu pun tiba setelah bus pertama yang menolak berlalu meninggalkan kami. Walaupun hari itu adalah akhir dari akhir pekan suasana bus persis seperti saat hari biasa pada jam pulang kerja. Tak ada pilihan lain selain berjejal dengan penumpang lain agar kami bisa sampai ke dramaga. Aku berdiri di belakang pak sopir sambil sesekali menoleh ke belakang memastikan dirinya mendapatkan pegangan agar tak terjatuh ketika sopir menarik rem dengan mendadak.

Jalanan Bogor malam itu macet, entah pukul berapa kami akan sampai sepertinya hal itu sulit untuk diprediksi. Hingga sampai pada salah satu halte, banyak penumpang turun disana, refleks aku menoleh ke belakang berharap ada kursi kosong namun justru dirinya yang maju mendekat ke sampingku. Lelahku yang sedaritadi berdiri rasanya seperti tiada arti ketika akhirnya dia mengajak aku bercerita di sepanjang jalan hingga tanpa terasa bus telah sampai di terminal tujuan. Karena malam telah pekat segera kami berjalan untuk mencari angkot, dan angkotpun membawa kami pulang. Perjalanan yang panjang, sudah pastilah perut memberi kode untuk segera diisi. Hal yang sama sepertinya juga dia rasakan. Tanpa berpikir panjang aku percayakan agenda makan malam itu padanya, dan sampailah kami pada warung pecel lele.

Warung pecel lele "Cak Andri" Babakan Raya


Aku tak asing dengan warung makan itu. Dahulu ketika aku masih aktif menjadi mahasiswa, teman-teman satu divisi di organisasi sering mengajak makan disana. Ketika aku ingat-ingat lagi terakhir kali aku membeli pecel lele disana ketika aku akan berangkat mengambil data untuk skripsiku, bila tepat itu berarti satu tahun yang lalu. Dan setelah beberapa bulan di Dramaga baru kali ini aku berkunjung ke warung pecel lele legendaris ini. Seperti biasa aku memesan pecel lele dengan tempe dan minuman es teh manis tentunya. Dirinya memesan pecel telur dengan tempe tahu dan minuman air putih. Dugaanku tentang minuman yang dia pesan salah, aku kira setelah menempuh perjalanan melelahkan dia akan memesan es teh atau es jeruk tapi dia hanya memesan segelas air putih saja. Setelah aku tanya ternyata dia memang tak meminum es di malam hari, apakah mungkin dia mencoba mengurangi konsumsi gula pikirku tapi hal itu karena ia mudah batuk dan pilek bila banyak mengkonsumsi es, sungguh berbeda dengan kebanyakan manusia yang aku temui selama ini. Pesanan tiba kami saling menikmati pesanan masing-masing sambil sesekali membahas hal-hal ringan. Entah apa yang tiba-tiba menghampiriku tapi aku merasa begitu akrab dengannya malam itu. Aku tak tahu apakah itu karena memang dirinya yang pandai mencari topik pembicaraan atau karena hal lain namun yang pasti makan malam kali itu terasa begitu bermakna untukku.

Ratusan purnama yang kulewati baru kali ini aku merasakan obrolan yang begitu tulus tanpa kepura-puraan dari seorang lawan jenis. Aku merasakan seperti bertemu sahabat masa kecilku yang jujur dan lugu. Aku begitu bersyukur bertemu kembali dengannya. Di dalam hati kecilku aku berdoa malam itu bukanlah waktu terakhir aku berbincang panjang dengannya, dalam hati aku berdoa hari itu bukan menjadi momen terakhir kami bersenang-senang bersama. Ada keyakinan dalam diriku bahwa akan ada banyak waktu yang akan kami lewati bersama, entah kapan dan dimana. Akan ada banyak cerita-cerita lain yang akan kami dongengkan bersama, tak tahu kapan dan dimana namun aku yakin. Warung pecel lele yang akan selalu menyimpan kisah bahagia untukku, mungkin juga dirinya aku tak tahu.

“Setiap kali aku lewat depan warung pecel lele itu di malam hari aku melihat ada dua orang yang duduk berdampingan sedang berbincang tentang masa sulit tingkat akhir kuliahnya, dan itu kami”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amatir Asmara

JIWA KECIL YANG TERLUKA

Lingkaran Takdir