Postingan

Amatir Asmara

Gambar
 Mengingat tahun-tahun yang telah berlalu,  soal asmara sepertinya masih dikatakan "amatir". Memang kapan manusia bisa disebut ahli dalam asmara?, bukannya soal cinta kita semua hanya pemula?. Sampai usia berapapun perkara cinta manusia hanya akan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Bahkan ia yang mengaku paling paham tentang pasangannya tetap menjadi amatir ketika tahu tentang hal baru pada diri pujaannya. Source: Dokumen Penulis      Kali ini penulis kembali pada tahun yang telah lewat. Masa sekolah yang telah usai pun fase remaja yang mulai mereda. Masa-masa puber yang menjadi sebuah keniscayaan, mengenalkan satu rasa yang cukup awam "ketertarikan pada lawan jenis", atau penulis sebut "jatuh cinta". Perjalanan mengenal CINTA membuat penulis belajar banyak sekali hal baru. Belajar tentang kecewa, merelakan, mengalah, bekerja sama, bersabar, dan mengendalikan perasaan bersamaan dengan logika.      Bodoh akan cinta juga pernah dilewati. Mengenal orang yang

JIWA KECIL YANG TERLUKA

Gambar
  Malam nampak merenung Selepas hujan membasuh khawatirnya, juga jenuh yang lama mengendap Dalam pelukan dingin, aku ingat-ingat lagi Kapan aku suguhkan tawa nan lega pada dunia, senyuman pada apa yang kujumpai pun kejujuran hati paling berani   Samar-samar ingatan itu tergambar Nampak abu-abu, persis kumulonimbus yang selalu tampak serius Namun dengan pelan gerimis turun dari cekung mataku Mencoba membasuh perih yang tersisa atas luka yang tak benar-benar sembuh Dari koma yang tiba-tiba siuman   Source: Dokumen Penulis Lupa, aku tak benar-benar lupa Nyatanya semua itu hanya mengendap saja Kapan waktu menghendaki, luka itu kan menganga juga Menyadari hadirnya dan menerima adanya lebih bijak Sebab, semua memang bagian menuju dewasa   Memeluk si kecil yang terluka suatu keniscayaan si dewasa Hadirkan aman dan tenang padanya Lalu bisikkan, “ Tak apa kini kau aman bersamaku, kita hadapi hidup ini bersama “ Bogor, 16 Juli 2022 “JIWA KECIL YANG TERLUK

Lingkaran Takdir

Gambar
  “Jalan untuk menghindari takdir adalah jalan menuju takdir”  -Sujiwo Tedjo-      Begitulah kutipan yang dikatakan seorang seniman saat diwawancara pada sebuah acara. Perlahan aku resapi, unik sekali proses dalam kehidupan. Tidak seteknis yang dibayangkan sebelumnya. Hidup kadang kidding, hidup kadang sebecanda itu. Manusia saja yang terlalu serius memainkan sandiwaranya. Menghindari bahkan menolak sesuatu yang memang telah digariskan hanyalah sebuah kesia-siaan. Ibarat seseorang di dalam hutan, ia hanya berputar dan pada akhirnya bertemu pohon yang sama. Apakah selamanya akan tersesat? , tidak bagi mereka yang mau mencari jalan pulang. Menyelesaikan yang tertulis, menjalani hingga selesai, mengikuti proses yang dimau oleh semesta. Semesta tak berjanji semua akan berjalan cepat atau lambat tapi ia hanya buktikan bahwa semua pasti terjadi sesuai dengan ritme dan semestinya. Jalan yang telah terbentang membawa masa nya sendiri. Jatah, wayah, wadah, setiap manusia tidak ada yang sama

Jalan Panjang

Gambar
    Semesta punya caranya dalam berkomunikasi dengan manusia. tanpa harus kita meminta ia akan senang hati memberikan sinyalnya untuk setiap kejadian yang tidak langsung kita ketahui, sebut hal itu sinyal atau radar. Sebuah alarm yang dapat dibaca oleh intuisi setiap insan manusia. Namun tak semua insan dapat menerjemahkannya, sebab sebagian dari mereka lebih percaya pada logika. Begitu mungkin rupa-rupa manusia.     Dalam menjalani kehidupan setiap insan memiliki landasan pacu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Lama perjalanannya tak bisa diukur dengan ukuran teman seperjalanan. Terlihat satu jalur namun dengan tujuan yang berbeda. Ada saatnya kita berhenti dan orang lain berjalan, ada giliran kita berjalan dan orang lain berhenti, begitu seterusnya.     D alam sebuah jalan panjang menuju tujuan yang dituju akan selalu ada persimpangan jalan, entah sebuah pertigaan, perempatan, atau bahkan sebuah jalan buntu. Keniscayaan masuk dalam labirin tak dapat ditolak. Dan saat itulah int

Kembali Pulang

Gambar
  B ogor, 6 April 2023 Temaram mulai menghiasi langit Dramaga. Gerimis kecil masih setia membasuh debu-debu jalanan sembari menyejukkan setiap jiwa-jiwa yang lelah. Adzan magrib masih menjadi primadona bulan ini. Semua kudapan yang telah siap hanya akan jadi sia-sia bila adzan belum berkumandang. Tak terasa ramadhan tahun ini telah memasuki hari ke-15, itu artinya separuh bulan suci telah kulewati di kota ini (lagi). Rencana mudik yang maju mundur akhirnya terealisasi, walaupun diwarnai banyak drama. Rencana demi mendapatkan harga tiket dibawah lonjakan tarif mudik pun terbersit dipikiranku. Tujuan mudik yang seharusnya Bogor-Tulungagung kini harus diubah menjadi Bogor-Yogyakarta. Selisih harga tiket yang mencolok menjadi faktor utama pengubahan jalur tersebut. Semua skenario tersebut tak akan terwujud tanpa campur tangannya. Dia yang serupa dengan seorang pertapa yang keluar dari persembunyiannya. Semua dimulai pada 20 September 2022. Musim semi yang seharusnya diisi mekarnya ke

Jakarta Hari Ini: Dalam Sepiring Pecel Lele 2

Gambar
  J akarta, 26 Januari 2023      Gerimis kecil mulai merundung Dramaga di pagi buta. Aku telah bergegas bersiap menuju stasiun. Angkot melaju membelah jalanan Dramaga yang hari itu sedang malas untuk bermacet ria namun sialnya sampai di terminal, bus yang ditunggu tak kunjung tiba. Tanpa berpikir panjang kualihkan pilihanku pada ojek online, tak lama kemudian driver tiba " Pak, minta tolong agak ngebut ya, saya buru-buru mau ada wawancara di Jakarta", requestku bersama dengan kepanikan yang sahut-menyahut saat itu. Sepanjang koridor stasiun tak henti-hentinya kubersholawat, berharap krl tak meninggalkan kami walau akan ada krl selanjutnya, tapi dapat kupastikan aku akan telat bila harus menaiki krl berikutnya. "Nai, ada dua krl yang mau berangkat jam 8.10 sama 8.15 tapi yang 8.10 kayaknya udah penuh deh", opsi yang coba ia berikan padaku. " Oke kita naik yang kedua", kali ini aku mencoba menentukan pilihan.       Nafasku yang masih senin-kamis mencoba men

Musim Gugur Di Pajajaran

Gambar
  M enuju pergantian tahun suhu udara Bogor sedang dingin-dinginnya. Hujan yang biasanya hanya turun di sore hari kini sejak pagi sudah ramai-ramai turun menghipnotis setiap insan untuk kembali menarik selimutnya. Tak terkecuali aku. Hari itu aku hanya berencana untuk mencuci baju lalu melanjutkan membaca buku yang kubeli sedari Juni, hingga kudengar berita bahwa seorang teman akan pulang ke rumahnya di Cianjur. “Boleh gak aku ikut ke Cianjur? pingin main ke rumah kamu”, begitu celetukku pagi itu. Gayung bersambut, hari itu aku turut serta ke rumah teman tersebut. Sepanjang perjalanan gerimis sesekali menyapa kami. Hari itu Bogor nampaknya sedikit mengurangi rutinitas hariannya, macet. Jalanan cukup lengang hanya di beberapa titik saja kemacetan terjadi. Jalan Pajajaran Kota Bogor Sesampainya di Jalan Pajajaran kotak imajinasiku terpantik. Daun-daun yang berjatuhan di sepanjang jalan itu mengingatkanku pada kondisi musim gugur yang pernah kubaca di novel ataupun tayangan yang kuton