Hujan Kisah di Kota Hujan

Bogor,
kota dengan sebutan kota hujan nyatanya memang benar adanya kota ini menyuguhkan hujan setiap jamnya, tapi taukah kalian hujan tak hanya turun diluar ruangan, ada satu hujan yang tak kutemukan dimanapun, hujan dalam kalbu. Terdengar klise, macam novel dengan cerita patah hati namun nyatanya aku rasakan sendiri.  Niat awal ingin menuntut ilmu di Surabaya atau Yogyakarta aku malah terlempar jauh ke barat lalu terdamparlah di Bogor. Cukup asing memang kota ini untukku, yang aku tahu sebatas Jakarta dan Bandung. Bogor yang aku tahu adalah Kebun Raya  dan banjirnya yang selalu ia kirimkan untuk Jakarta, aku tak pernah membayangkan ada Istana Kepresidenan disini juga tempat-tempat ikonik seperti Gerbang Surya Kencana ataupun Gunung Salak yang gagah dan Pangrango yang penuh edelweis.
Source: Photo by Arya Ferrari on Unsplash

    2017 aku memulai berkenalan dengan kota ini. Berawal dari aku yang mengikuti ujian masuk ke IPB dan diterima, akhirnya masa kuliah yang itu berarti masa menuju dewasa mau tak mau aku habiskan di kota transit ini. Percaya atau tidak, beberapa tempat yang aku kunjungi nampak tak asing bagiku, apakah ini de javu? mungkin begitu. Jalanan di kota, tempatku ujian, juga kosan tempat aku menginap. Bahkan terminal bus pun aku merasa seperti pernah mengunjunginya.
    Tahun-tahun awal kuliah aku sempat merajuk pada Bogor, mengapa ia begitu jauh dengan kotaku Tulungagung?. Aku sebal karena harus menahan rindu dengan orang tuaku bermil-mil jauhnya. Selain rindu aku jadi kurang fokus dalam belajar di bangku kuliah, imbasnya nilai akademikku tidak sebaik teman-temanku yang lain. Kamar asrama barangkali telah menjadi saksi tangisku tiap malam. Saat aku kesulitan memahami materi kuliah ataupun kewalahan membagi waktu antara waktu organisasi dan istirahat.
    Begitupun dengan masa di indekos yang tak jauh beda dengan masa asrama namun disini aku mulai membangun ikatan dengan kota hujan ini. Pernah suatu ketika aku memutuskan pindah kos. Aku yang kurang yakin saat itu memaksa ibuku untuk datang ke Bogor dengan dalih untuk memilihkan tempat kos baru, padahal saat itu aku hanya rindu masakannya dan belaiannya saja. Sangat terlihat sekali bukan karakter Si Bungsu padaku.



    Tahun berlanjut, semester terus berjalan, dan aku betah disini. Banyak kegiatan perkuliahan membuatku sedikit banyak mengenal Bogor dengan baik. Cuaca yang sulit diramalkan, rutinitas macetnya, hingga makanannya yang syarat dengan rasa pedas. Semua hal itu aku mulai terbiasa, sampai akhirnya tibalah Covid-19 yang menggemparkan seluruh Indonesia. Kampus tak punya pilihan lain selain mengambil keputusan memulangkan semua mahasiswanya di kampung halaman masing-masing.
    Bayangan tingkat akhir yang akan dihabiskan di Bogor pun harus pupus. Aku belum bisa memikirkan topik skripsi terbaru setelah kepulangan itu. Hari-hariku di rumah kuisi dengan adaptasi baru kuliah online dan membangun vibes setelah lama aku tak menghabiskan waktu di Tulungagung. Culture shock sedikit aku rasakan. Yang biasanya jam 7 pagi sampai jam 4 sore dihabiskan di kampus, kini cukup dihabiskan di depan laptop saja. Jika dahulu pukul setengah 7 malam sampai jam 9 dihabiskan untuk rapat organisasi atau kepanitiaan kini dihabiskan untuk menonton tv hingga tertidur.
    Bila aku boleh jujur sempat terbersit niat untuk tak kembali ke kota ini, hingga akhirnya aku memutuskan kembali setelah gemuruh badai berbulan-bulan di dalam rumahku terjadi. Cukup sedih aku rasakan disepanjang perjalanan. Aku belum tahu apa yang akan kulakukan disana ketika telah sampai nanti. Apakah aku akan asing nanti? atau malah tersesat?, tidak aku lebih mengenalnya lagi. Tergores aspal jalanannya, dipermainkan cuacanya setiap kali mencuci baju, mengenal gang-gang kecilnya dan banyak lainnya. Aku amat bersyukur  atas semua itu. Bogor tetap menunjukkan sisinya yang belum aku ketahui.
    Tibalah masa tingkat akhir. Sungguh tak ada niat untukku kembali ke kota hujan. Kupikir masaku sudah cukup disana. Masa studiku bisa aku selesaikan tanpa aku harus kembali. Tak ada tempat tinggal lagi disana, itulah alasan terbesar yang kusampaikan pada dosenku ketika memaksa aku untuk kembali. Tingkat akhir yang (terlihat) akan segera selesai tak perlu diselesaikan secara offline di kampus. Lagi lagi dugaanku keliru. Skripsiku tak kunjung selesai. Aku frustasi dengan sikap dosenku yang begitu lama merespon pesanku. Tak ada jalan lain selain aku kembali. Tak mungkin aku menelantarkan skripsi ini. Tingkat akhir harus benar-benar kuakhiri.
    Aku kembali. Menapaki kembali jalanan Bogor dan kembali bermukim di kampus dalam. Satu tekad kembaliku adalah menyelesaikan tingkat akhir. Hari-hari kuhabiskan di kampus, perpustakaan ataupun di departemenku asalkan itu di kampus. Usahaku membuahkan hasil. Bulan Agustus aku berhasil melewati momen yang aku impikan seminar hasil dan sidang skripsi. Niat awalku telah tertunaikan, kini aku isi masa kekosongan dengan mengikuti projek dari dosen. Entah sampai bulan apa berakhir tapi mungkin Desember aku harus menyudahi. 
    Bogor, aku telah banyak mengukir kisah  masa pendewasaanku di dalammu. Kini kisah apalagi yang akan kau suguhkan padaku?. Bisakah kau pertemukan aku dengan separuhku mungkin? atau apapun itu yang baik untukku. Bolehkah aku minta tak kecewakanku?, tak membuat aku kesepian juga tentunya. Aku disini bukan tanpa alasan bukan?. Berkali-kali kucoba untuk tak kembali tapi akhirnya aku tetap kembali lagi. Sepertinya aku mulai banyak bertanya dan meminta ya, tapi berharap itu tak salah kan asalkan tak pada manusia. Bogor, nampaknya hujanmu masih terus mendera, apakah setelah hujanmu reda masih ada rintik gerimis yang tersisa?

"Bogor tetaplah seperti seharusnya, jangan kau berubah kering seperti kota lain. Hujanmu selalu dirindukan oleh mereka sang penikmatnya"

Komentar

  1. Yg di foto itu jalan Surken kah? Jadi kangen dengan kota Bogor. Kota penuh kenangan, penuh inspiratif dan penuh cerita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo kak, benar itu jalan surya kencana. Yuk ke bogor kak, hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amatir Asmara

JIWA KECIL YANG TERLUKA

Lingkaran Takdir