Kontemplasi

    Jumat, 15 Januari 2021 dan jam pada layar laptop menunjukkan pukul 22.52 ketika tulisan ini diketik. Apakah kalian bertanya kenapa aku belum juga tidur? insomnia? overthinking? , hmm.. mungkin sedikit  seperti itu tapi malam ini ada satu kata kunci yang harus banget aku tulis.Kontemplasi.
Dalam KBB, kontemplasi /kon.tem.pla.si/ n/ (renungan dan sebagainya dengan kebulatan pikiran atau perhatian penuh) dan bila diubah menjadi kata kerja /ber.kon.tem.pla.si/ v/ merenung dan berpikir dengan sepenuh perhatian.
Gambar oleh  Holger SchuĂ© dari Pixabay

    Pernahkah kalian tiba-tiba terpikirkan akan hal yang sebelumnya tak kalian duga?, atau muncul pemikiran yang sangat baru?. Beberapa hari yang lalu tak sengaja aku menyimak video tentang seorang filsuf di youtube. Beliau adalah seorang dosen dari perguruan tinggi negeri islam di Yogyakarta. Dari penjelasan beliau ada benang merah yang aku ambil, bahwasanya berpikir dengan benar, lurus, dan kritis itu penting untuk menjalani hidup sebagai manusia. Coba kita ingat-ingat lagi, hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Ya, karena Tuhan memberikan manusia akal untuk berpikir. Bayangkan bila manusia tak berakal. Tak ayal manusia  akan sama seperti hewan yang hanya menuruti nafsunya saja. Begitu sempurnanya manusia diciptakan, sehingga akan sangat rugi bila tak menggunakan akal yang telah dititipkan tersebut.
    Mengenai berpikir. Sudah sejak lama diri ini tak jauh dari berpikir mendalam namun baru di usia transisi inilah aku menyadarinya. Dari duduk di bangku sekolah dasar hingga lulus dari madrasah aliyah ada saja hal-hal kecil yang akhirnya memiliki arti mendalam setelah melalui proses berpikir yang cukup dalam. Mulai bangun pagi hingga bersiap memejamkan mata selalu ada hikmah hidup yang tercatat dalam buku harian. Maka dari itu seorang aku tak akan bisa dipisahkan dari berpikir mendalam.
    Malam ini ada satu hal yang cukup menggangu pikiranku. Telah berhari-hari menghantui pikiran, datang dan pergi semaunya. Lalu lepas sembahyang banyak pemikiran yang bermunculan, seakan menggiring aku untuk mempertimbangkannya. Mengajak aku untuk melihat jauh ke dalam alam pikiran, menengok apa yang selama ini dibangun, mengunjungi dan memeriksa apa yang salah di dalam sana.
    Pandanganku melihat ada yang salah. Keadaan atau mungkin diriku sendiri. Insan manusia yang sama-sama egois, sama-sama keras kepala, bahkan terkadang saling memendam dendam. Insan manusia yang (belum) cukup mampu mengalah. Salahkah jika aku cukup dalam memikirkan hal seperti ini? apakah aku berlebihan?. Hal yang belum bisa aku terima ketika seseorang berkata bahwa aku berlebihan dalam berpikir. Memaklumi. Beberapa kali kompromi ini aku lakukan namun tak bisa untuk urusan perasaan. Aku rasa memang sudah seharusnya ketika menjalin rasa seseorang membahas sesuatu yang melibatkan perasaan atau juga emosi. Sebab dari obrolan tersebut akan muncul pengertian-pengertian baru. Dari hal itu akan lahir pemikiran baru akan dibawa kemana jalinan tersebut. Kaku. Aku tak tahu mengapa seseorang bisa sesulit itu untuk membedakan antara hal yang penting dengan sesuatu yang memang hanya candaan. Menurutku sudah cukup memanjakan hati dengan menganggap segalanya masih sama seperti di awal. Intropeksi diri, adalah hal yang perlu dilakukan sekarang. Melihat jauh ke dalam diri, menengok lagi, dan memperbaiki yang rusak. Pasang dan surut, hal yang akrab berkawan. Untuk kali ini sepertinya kesurutan itu hadir lebih besar padaku, dan tak dapat aku ungkapkan tak bisa kubagi. Doa, doa, dan doa. Dari sanalah kekuatan itu hadir. Entah kapan, aku pasti akan menyampaikannya. Mungkin tidak sekarang tapi secepatnya. Dari sini ketahuilah pentingnya menguatkan kepekaan hati, pertanyaan-pertanyaan sederhana sudah tak mampu lagi. Dari sini aku mengakui deep talk penting dilakukan, bukan diacuhkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalan Panjang

Lingkaran Takdir

Amatir Asmara