Dia Dalam Ingatan


Siang itu koridor depan kelas ku begitu ramai, hiruk pikuk siswa berlalu lalang melewatinya, wajar saja banyak siswa yang sibuk menyelesaikan tugas dari guru maupun menyelesaikan administrasi sekolah. Siang yang cukup panas membuat banyak anak memilih untuk berada diluar kelas. Bulan ramadhan yang akan segera berakhir membuat kegiatan belajar mengajar menjadi kurang efektif. Sebab, hawa lebaran mulai merasuki setiap insan.

Aku yang sedari tadi berdiri di depan pintu hanya diam dan memperhatikan langkah kaki dari mereka, dari terburu-buru hingga mereka yang dengan santainya berjalan tanpa beban. Hingga suatu keanehan tampak dari ujung koridor. Seorang dengan tubuh besar berjalan menuju arahku, sambil membawa kardus besar langkahnya nampak begitu lebar, semakin dekat dan dekat ternyata ia sangat tinggi. “Pak ini sisa kue di kelas saya, gak laku”, katanya pada guru yang sedang berjaga di ruang piket. Tubuhnya yang besar membuat orang-orang disekitarnya terlihat kecil, tak terkecuali aku.

Source: Dokumen Penulis

    Paragraf diatas adalah sekilas cerita awal bertemu dengan manusia istimewa ini. Cerita yang berlanjut menjadi sebuah kisah asmara dua anak manusia diusia remaja. Tertatih dan saling mengulurkan tangan disaat-saat sulit, begitulah warna dasar keseharian kami dahulu. Sama seperti remaja usia belasan lainnya, selalu ada alasan yang kami buat-buat untuk sekadar bertemu dan memadu rindu.
    Dari ruko hingga halte, semua pernah menjadi tempat kami berteduh dari hujan di tengah jalan. Dari satu kedai ke kedai lainnya pernah kami kunjungi untuk meredakan lapar. Pun jalanan kota hingga pelosok kami pernah lewati. Barangkali pohon hingga aspal sudah hapal dan tahu, bahwa kami juga pernah tersesat karena ke "sotoy" an membaca maps.
    Hal yang tak aku percaya tapi ternyata bisa kulakukan bersamanya adalah menjalin hubungan jarak jauh. Demi cita-cita, kami relakan letupan-letupan asmara itu sedikit redup; dan akan kami nyalakan lagi setiap enam bulan sekali saat libur kuliah tiba. Mengucap janji untuk saling mengunjungi kota masing-masing. Memanen bulir-bulir rindu, kadang sesekali menunaikan janji yang telah diucap di ruang obrolan virtual. Waktu yang singkat kami panjangkan dengan garnis manis cinta. Hingga saatnya tiba untuk saling melepas kepergian kembali ke tanah rantau.
    Semua yang kami lewati bersama sedikit banyak membentuk pandangan kami melihat dunia beserta kenyataan. Cobaan yang tiba-tiba datang di usia 20-an awal mungkin akan begitu berat dilewati bila saat itu kami tak bertemu dan saling membantu. Namun, ternyata ada cobaan yang sulit terlewati bila kami tetap bersama. Bukan kami, lebih tepatnya aku. Aku kesulitan mengurai dan menerima cobaan rumit, empat tahun lalu. Se-egois itu aku.
    Dengan segala kesadaran inilah saatku meminta maaf, maaf telah mengorbankan lima tahun yang telah dibangun. Terima kasih telah memberiku banyak inspirasi, pernah membangun banyak bahagia, banyak bantuan dan kebaikan yang mungkin hanya Tuhan yang bisa membalas kebaikan-kebaikan itu. Maafkan untuk janji-janji yang belum sempat tertunaikan. Aku selalu tersenyum melihat setiap pencapaian-pencapaian mu. Akupun juga senang mendengar kabarmu, bahwa kau hidup dengan baik dan sehat. Aku juga tidak lupa, hari ini kau bertambah usia. "Selamat berbahagia diusia dua lima" tetaplah baik, sehat, dan bahagia. Berjanjilah :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Amatir Asmara

Lingkaran Takdir

JIWA KECIL YANG TERLUKA